Kuliah Umum Pengembangan Pribadi Konselor: “Being Fully Present – Membangun Hubungan Terapeutik dalam Relasi Konseling”

Kuliah Umum Pengembangan Pribadi Konselor: “Being Fully Present – Membangun HubunganTerapeutik dalam Relasi Konseling”

Bengkulu, 25 April 2025 — Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Bengkulu menggelar kegiatan Kuliah Umum Pengembangan Pribadi Konselor dengan tema “Being Fully Present: Membangun Hubungan Terapeutik dalam Relasi Konseling”, yang dilaksanakan pada Jumat, 25 April 2025. Kegiatan ini diikuti oleh 70 mahasiswa/i dan berlangsung dengan penuh antusiasme di lingkungan kampus FKIP.

Kuliah umum ini menghadirkan narasumber inspiratif, Dr. Thrisia Febrianti, M.Pd, seorang akademisi dan praktisi konseling yang dikenal luas atas keahliannya dalam pengembangan pribadi konselor dan relasi terapeutik. Dalam paparannya, Dr. Thrisia menekankan pentingnya kehadiran penuh (being fully present) seorang konselor dalam setiap proses konseling, sebagai dasar membangun kepercayaan, empati, dan kelekatan emosional yang sehat antara konselor dan konseli.

“Kehadiran penuh bukan hanya soal fisik, tetapi tentang kesadaran emosional dan mental untuk benar-benar hadir dan terhubung dengan klien. Inilah yang menjadi fondasi hubungan terapeutik yang kuat,” ujar Dr. Thrisia dalam sesi pemaparannya.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kompetensi kepribadian mahasiswa sebagai calon konselor, khususnya dalam aspek kesadaran diri, pengelolaan emosi, dan keterampilan membangun relasi yang mendalam dengan konseli. Melalui sesi interaktif, mahasiswa diajak merefleksikan pengalaman pribadi serta mengikuti simulasi singkat yang menggambarkan dinamika hubungan terapeutik dalam praktik konseling.

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini sangat penting dalam mendukung penguatan core skills konselor, terutama pada aspek personal yang menjadi pilar utama efektivitas layanan konseling.

Dengan berakhirnya kuliah umum ini, mahasiswa diharapkan memiliki kesadaran yang lebih tinggi mengenai pentingnya kehadiran autentik dan empatik dalam proses konseling, serta mampu membangun hubungan terapeutik yang mendalam, tulus, dan bermakna dalam praktik profesional mereka di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *